Senin, 09 Januari 2012

byang semu


Bayang-Bayang Max Weber dalam Pemikiran Peter.L Berger
Salah satu the holy trinity dalam ilmu sosiologi adalah Max Weber. Pemikirannya berpengaruh besar tidak hanya bagi ilmu sosiologi namun juga ilmu sosial lainnya hingga sekarang. Pemikiran Weber lebih identik dengan corak liberal daripada Marxian, karya-karya Weber selain antitesis juga bersifat melengkapi pemikiran Marx, sebagai contoh Marx melihat bahwa materi menentukan kesadaran sedangkan Weber dalam The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1930) menjelaskan bahwa kesadaran menentukan materi, ataupun ketika Marx melihat kelas hanya ditentukan oleh kepemilikan ekonomi, Weber melengkapi bahwa privilege dan status juga menentukan posisi dalam kelas sosial. Dalam perkembangannya salah satu penerus teori kritis yaitu Juergen Habermas mensintesiskan pemikiran Weber terutama rasionalitas dengan pemikiran Marx muda. 
Sejauh saya membaca karya-karya Weber, kunci utama karya Weber adalah rasionalitas. Narasi besar dari Weber adalah bahwa segala aspek dalam kehidupan (birokrasi, kapitalisme, agama dll) akan mengalami rasionalisasi dari rasionalitas subtantif menjadi rasionalitas formal dan akhirnya manusia modern akan hidup dalam iron cage of rationality serta terjadi disenchantment of the world. Weber mempunyai visi yang pesimis mengenai masa depan manusia, senada dengan sosiolog klasik lainnya yaitu Simmel dengan tragedy of culture dimana akhirnya budaya objektif mendominasi budaya subjektif ataupun Durkheim dengan division of labour yang kompleks hingga menyebabkan anomie.
 
Salah satu karakter dari Weber adalah komitmennya untuk selalu berada di tengah. Sebagai contoh dalam methodenstreit, terjadi debat antara apakah ilmu sosial mempunyai relevansi nilai. Debat diwakili oleh Sombart yang berpendirian bahwa ilmu sosial bersifat bebas nilai sedangkan Knapp menolak bahwa ilmu sosial bersifat bebas nilai, ilmu sosial selalu berkaitan dengan tujuan politik. Weber sendiri berada di tengah dimana ilmu sosial dapat bersifat bebas nilai tapi juga mempunyai relevansi nilai dalam memahami fenomena sosial. Dalam debat tersebut, Weber juga mendamaikan perdebatan antara ilmu nomothetic dan ideografik, bahwa dalam ilmu sosial, metode untuk menganalisa fenomena dapat dengan erklaren (penjelasan sebab akibat) maupun verstehen. (pemahaman). Namun salah satu sosiolog modern Amerika, yaitu G.Ritzer mereduksi kekayaan perspektif Weber dengan hanya menempatkan pada paradigma definisi sosial, hal ini menyebabkan dikotomi yang tajam bahwa Weber identik dengan definisi sosial (skala mikro) sedangkan dalam kutub ekstrem yang lain Durkheim identik dengan fakta sosial (skala makro) .
 
Salah satu sosiolog yang meneruskan tradisi Weberian adalah Peter.l Berger, sosiolog Amerika yang lahir di Austria. Pengaruh dari Max Weber sangat besar dalam pemikiran Peter.l.Berger. Banyak sosiolog yang menyebut pemikiran Berger sebagai, “Weberian” ataupun “Neo-Weberian” . Berger sendiri tidak pernah menyangkal bahwa Max Weber berpengaruh besar pada pemikirannya, baik mengenai agama, birokrasi, rasionalitas, tipe ideal, modernisasi dll, bahkan Berger secara tegas mengatakan bahwa posisinya sebagai ilmuwan sosial menganut apa yang di katakan Weber sebagai ilmuwan bebas nilai. Dan juga menganut pandangan yang sama bahwa sebagai ilmuwan sosial harus senantiasa menerapkan etika tanggung jawab.
 
Dalam Invitation to Sociology (1963) dan juga Sociology Reintepreted (1981), Berger menekankan bahwa sosiologi perlu kembali ke semangat Weberianisme, salah satu manifestasi dari hal tersebut adalah dalam melakukan analisa sosial perlu menggunakan metode verstehen (pemahaman). Konsep verstehen yang dipakai oleh Berger ini merupakan konsep yang sebelumnya telah didengungkan oleh Max Weber. Menurutnya, fenomena yang berhubungan dengan manusia tidak dapat berbicara sendiri sebagaimana fenomena alam, melainkan diperlukan pemahaman atau penafsiran terhadap fenomena tersebut. Konsep verstehen ini mempunyai relevansi terhadap kebutuhan manusia akan makna, metode verstehen memungkinkan seorang ilmuwan sosial untuk menangkap makna dari suatu fenomena sosial yang diamatinya. Sebagaimana Weber yang menganut tradisi Neo-Kantian , Berger juga menganut posisi tersebut yaitu dengan memberikan posisi yang seimbang antara metode erklaren (penjelasan sebab-akibat) dengan metode verstehen (pemahaman).
 
Konsep Weber mengenai Tipe Ideal (Ideal Type), menurut Berger harus senantiasa dipakai oleh ilmuwan sosial dalam “membaca” suatu fenomena sosial. Dengan memakai konsep tipe ideal ini, ilmuwan sosial akan lebih mudah dalam melakukan analisa sosial. Konsep mengenai tipe ideal ini memiliki persamaan dengan struktur relevansi tingkat dua yang dijelaskan oleh Schutz dalam Ritzer (2003). Menurut Schutz, analisa yang dilakukan oleh ilmuwan sosial dikarenakan berlangsung dalam kumpulan makna tertentu atau disebutnya sebagai “The World of Science”, maka hasil analisa ilmuwan sosial tersebut senantiasa berwujud tipe ideal.
 
Konsep tipe ideal ini digunakan Berger dalam karyanya yaitu The Capitalist Revolution (1986). Konsep tipe ideal Weber digunakannya dalam melakukan analisa mengenai ideologi kapitalisme dan sosialisme. Menurut Berger, negara yang benar-benar menganut sistem kapitalis maupun sosialis yang murni adalah tidak mungkin. Bentuk sistem kapitalis ataupun sosialis yang murni menurutnya hanya ada dalam konsep tipe ideal tersebut. Yang ada dalam dunia empiris adalah negara-negara yang sistemnya lebih kapitalis atau negara-negara yang sistemnya lebih sosialis dari negara yang lain. Berger mencontohkan hal tersebut dengan melihat konsep negara kesejahteraan (Welfare State). Dalam negara-negara kesejahteraan, ada nilai-nilai sosialisme dalam negara yang menganut sistem kapitalis. Nilai-nilai seperti pemerataan dan keadilan sosial tetap ada dalam sistem kapitalis tersebut. Di lain pihak menurut Berger, dalam negara sosialis (Uni Soviet) ekonomi pasar juga tidak bisa lepas dari negara tersebut. Adanya perdagangan “bawah tanah” menurut Berger tidak bisa menyembunyikan saling pengaruh mempengaruhi antara sistem pasar dengan sistem sosialis. Sekali lagi menurut Berger, bahwa apa yang terjadi di dunia empiris berbeda dengan dunia ilmu pengetahuan. Bentuk kapitalisme dan sosialisme yang murni hanya ada dalam konsep tipe ideal .
 
Pengaruh yang paling fundamental dari Weber yang mempengaruhi Berger adalah mengenai posisi sebagai ilmuwan sosial. Sebagaimana Weber, Berger menganut posisi bahwa sebagai ilmuwan sosial haruslah selalu berada pada posisi bebas nilai atau value-free. Posisi Berger bahwa sebagai ilmuwan haruslah bebas nilai ini berulangkali dijelaskan dalam karya-karyanya antara lain: Invitation to Sociology (1963), The Social Construction of Reality(1967), The Social Reality of Religion(1973), The Homeless Mind (1973), Sociology Reintepreted (1981), The Capitalist Revolution(1986), Capitalism and Equality in the Third World( 1987) dan Many Globalizations. Cultural Diversity in the Contemporary World” yang terbit pada tahun 2002.
 
Lalu bagaimana sebenarnya konsep mengenai ilmuwan yang berposisi bebas nilai tersebut? Dalam Sociology Reintepreted (1981), sebagaimana Weber, Berger menjelaskan bahwa menjadi sosiolog berarti berada pada ketegangan antara nilai subjektif dan sikap ilmiahnya yang objektif. Jika sosiolog memulai analisa ilmiah, dia harus mengurung nilai-nilai pribadinya sebanyak mungkin (mengendalikan nilai-nilai ini agar tidak membelokkan pandangan sosiologis). Dalam karya sebelumnya Invitation to Sociology (1963), Berger menjelaskan konsep bebas nilai sebagai tanggung jawab ahli sosiologi untuk menilai penemuan-penemuannya, sejauh dia mampu secara psikologis, tanpa mempertimbangkan prasangka-prasangkanya sendiri, suka atau tidak suka, harapan atau ketakutan. Dengan posisi bebas nilai ini maka menurutnya, sosiolog tidak dapat menjadi penunjuk moral, menjustifikasi apakah sesuatu itu baik atau buruk. Sosiolog haruslah selalu mencoba untuk bersikap seobyektif mungkin dalam melakukan analisa sosial. Berger menjelaskan bahwa menjadi seorang sosiolog berarti harus mempertahankan “Dual-citizenship” dalam kehidupan sehari-hari. Dalam karya-karyanya, Berger memang selalu berusaha mempertahankan ketegangan antara posisinya sebagai sosiolog yang bersikap obyektif dan juga sebagai seorang humanis konservatif. Sebagaimana dikatakan Hassanger dalam Poloma (1987), bahwa:
 

” Berger jelas dituduh mencoba mengenakan dua buah topi: topi pet dari sosiolog bebas nilai....dan topi baret milik Nasrani yang mencoba memahami keadaan kacau sekarang ini”

Dalam salah satu bab pada buku Sociology Reintepreted (1981), yang berjudul ”Sosiologi: antara Teknokrasi dan Ideologi”, Berger menjelaskan bahwa berposisi sebagai sosiolog bebas nilai berarti berbeda dengan sosiolog yang teknokratis dan sosiolog yang ideologis. Menurut Berger, kedua-duanya merupakan bentuk penyimpangan dari pendirian sosiolog yang seharusnya. Pemihakan kepada teknokrat ataupun terhadap ideologi tertentu membuat analisa sosiolog tidak obyektif dikarenakan sudah ada nilai-nlai tertentu yang ingin dicapai. Berger mengibaratkan sosiolog sebagai seorang mata-mata (Spy) yang memberikan laporan baik kelemahan ataupun kelebihan musuhnya. Apabila sosiolog memihak pada kepentingan teknokrat ataupun ideologi maka laporannya tidak akan obyektif, artinya bahwa Sang Sosiolog gagal menjadi mata-mata(Spy) yang baik. Menurut Berger, analisa yang obyektif berarti sesuai dengan aturan-aturan dalam ilmu pengetahuan. Pendirian bebas nilai bukannya tidak menuai kritik, salah satu penerus teori kritis yaitu Habermas dalam Knowledge and Human Interest(1971) mengkritik bahwa posisi bebas nilai sebenarnya menyembunyikan kepentingan teknis dan mengabdi pada status quo. Sedangkan tradisi ilmu historis-hermeneutis menyembunyikan kepentingan praktis serta ilmu-ilmu kritis menyembunyikan kepentingan emansipatoris .
 
Pengaruh dari Weber juga terlihat dalam pendirian Berger bahwa sebagai sosiolog seharusnya menganut etika tanggung jawab. Menurut Weber , etika tanggung jawab adalah etika yang mengambil kriteria tindakannya dari perhitungan atas akibat yang mungkin timbul dan bukan dari prinsip-prinsip mutlak. Dengan kata lain dalam analisanya sosiolog harus selalu mempertimbangkan antara kemungkinan hasil dan kemungkinan biaya. Etika tanggung jawab dari Max Weber ini diterapkan oleh Berger dalam karyanya yaitu Pyramids of Sacrifice (1974) . Dalam Pyramids of Sacrifice (1974) Berger mengingatkan bahwa yang terpenting bukanlah model pembangunan mana yang paling tepat, melainkan bagaimana pembangunan dapat dan harus menghilangkan penderitaan. Model pembangunan seharusnya memperhatikan analisa hasil dan biaya, bukan berdasarkan tujuan ideologis semata. Berger mengusulkan bahwa pembangunan seharusnya menyertakan nilai-nilai etik yaitu biaya-biaya manusiawi (human costs). Sebagaimana dijelaskan dalam tesisnya yang ke tujuh belas(17):
 

”Biaya-biaya manusiawi yang paling menekan adalah berkenaan dengan kekurangan dan penderitaan fisik. Tuntutan moral yang paling mendesak dalam pengambilan kebijaksanaan politik adalah suatu perhitungan kesengsaraan.”

Selain biaya-biaya manusiawi yang bersifat fisik, Berger juga mengusulkan suatu perhitungan biaya manusiawi dalam tataran makna. Dalam tesisnya yang ke sembilan belas (19) Berger menjelaskan bahwa:
 

”Manusia berhak hidup di dalam sebuah dunia yang mengandung makna. Suatu penilaian atas biaya-biaya dalam kebijaksanaan politik harus juga merangkum suatu perhitungan makna”

Kebutuhan akan makna ini merupakan hal esensial bagi manusia, sebagaimana dikatakan oleh Berger bahwa ”manusia tidak cukup hanya hidup dengan roti”. Kebutuhan akan makna sebagaimana dipengaruhi oleh Weber ini juga telah dijelaskan Berger dalam karya-karya sebelumnya antara lain: Invitation to Sociology (1963), The Social Construction of Reality (1966), The Social reality of religion (1973) dan Homeless mind (1974). Dalam berbagai karyanya hingga sekarang, bayang-bayang Max Weber sangat mewarnai pemikiran Peter.l Berger.
 

Oki Rahadianto

Daftar Pustaka
Berger,Peter.L. Invitation to Sociology. Penguin Books. England. 1963.
.The Social Construction of Reality. Penguin Books. England. 1967.
.R.J.Neuhaus. Movement and Revolution. Anchor Books. USA.1970.

.The Social Reality of Religion. Penguin University Books. England.1973.
,Briggite Berger. Sociology: A Biographical Approach. Penguin Books.England 1976.
,Briggite Berger and Hansfried Kellner. The Homeless Mind. Penguin Books. England. 1974.
Pyramids of Sacrifice. Penguin Books. England. 1974.
,Hansfried Kellner. Sociology Reintepreted. Anchor Books.
 
New York.1981.
 
The Capitalist Revolution. Basic Books. New York. USA. 1986.

Capitalism and Equality in the third world. Hamilton Press. Washington D.C. 1986
The Desecularization Of The World. Resurgent Religion And World Politics. Ethics and Policy Centre. Washington. 1999.
Edited with Samuel.P.Huntington.Many Globalizations.Cultural Diversity In The Contemporary World. Oxford University Press. New York. 2002.

F.Budi Hardiman. Menuju Masyarakat Komunikatif. Kanisius. Yogyakarta. 2000
Habermas. J. Knowledge and Human Interests. Boston. Beacon Press. 1971.
Heru Nugroho. Menumbuhkan ide-ide kritis. Pustaka pelajar. Yogya. 2003
Poloma. Margaret. Sosiologi kontemporer. Rajawali. Jakarta. 1987.
Ritzer, George and D.J Goodman. Modern sociological Theory. Mc grawhill. USA. 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar